ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Tahun 1963 Indonesia terlibat konfrontasi dengan Malaysia. Presiden Soekarno memerintahkan
Panglima TNI menggelar Operasi Dwikora untuk menggagalkan pembentukan negara
Malaysia.
Tidak ada pernyataan perang resmi seperti saat operasi militer
Trikora merebut Irian Barat. Karena itu TNI tidak mengirim pasukan secara
terbuka. Mereka mengirim gerilyawan-gerilyawan untuk membantu Tentara Nasional
Kalimantan Utara (TNKU) yang berperang melawan pemerintah Malaysia.
Walau disebut gerilyawan, sebagian besar anggotanya justru pasukan
elite TNI. Seperti Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang sekarang
disebut Kopassus. Selain itu ada juga Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dari TNI AU.
Seragam TNI diganti dengan seragam hijau TNKU. Identitas mereka pun dipalsukan
untuk menghapus jejak keterlibatan Indonesia.
"Semua identitas TNI dicabut. Jangan sampai ketahuan kami
pasukan TNI. Kami dibuatkan identitas baru, pokoknya kelahiran Kalimantan. Pakaian
TNKU hijau-hijau dengan topi rimba," kata Nadi, seorang bintara mantan
anggota RPKAD saat berbincang dengan merdeka.com.
Tugas gerilyawan ini mengganggu perbatasan di sepanjang Sabah dan
Serawak. Mereka juga bertugas melatih warga Kalimantan Utara tata cara
bertempur.
Pasukan Malaysia yang terdesak kemudian meminta bantuan Inggris.
Tidak tanggung-tanggung Inggris langsung mengirim sekitar satu batalyon pasukan
komando Special Air Services (SAS). Inilah pasukan elitee terbaik Inggris yang
reputasinya melegenda ke seluruh dunia. Inggris juga mengirim pasukan Gurkha
dan SAS tambahan dari Selandia baru dan Malaysia.
Komandan Pasukan Inggris di Malaya, Mayor Jenderal Walter Walker
merasa perlu mendatangkan SAS karena merasa hanya pasukan elitee ini yang bisa
membendung pasukan gerilya asal Indonesia. Walker tak mau jatuh korban lebih
banyak di kalangan Inggris.
Pertempuran antara SAS dan Gurkha melawan gerilyawan TNKU
berlangsung seru. Lebatnya rimba Kalimantan menjadi saksi pertempuran yang tak
pernah diberitakan media tersebut. Kadang pasukan Inggris mengalahkan
gerilyawan TNKU dalam pertempuran. Kadang gerilyawan TNKU yang memukul pasukan
SAS dan Gurkha. Sulit untuk mencatat secara pasti data-data pertempuran.
Dalam sebuah pertempuran di Kampung Sakilkilo tanggal 10 Juli
1964, tercatat TNKU meraih kemenangan. Saat itu dua peleton Gurkha melawan satu
peleton TNKU. Dalam serangan tersebut, TNKU berhasil menewaskan 20 orang Gurkha
tanpa satu pun korban jatuh di pasukan gerilyawan.
Dalam sebuah misi yang lain, kepala Komandan Pasukan Gerilya Mayor
Benny Moerdani sempat dibidik penembak jitu SAS. Untungnya SAS tak jadi
melakukan tembakan. Kalau gugur di Serawak, tentu Benny kemudian tak akan jadi
Panglima ABRI di kemudian hari.
Pasukan Indonesia pun sempat menangkap prajurit SAS dalam sebuah
pertempuran. Rencananya tawanan ini akan dibawa ke Jakarta sebagai
bukti ada keterlibatan Inggris. Namun karena sulitnya medan, tawanan ini keburu
tewas di jalan.
Dari pertempuran di Kalimantan ini pula kemudian SAS belajar
mengembangkan taktik gerilya bertempur di hutan. Kalau tak pernah berhadapan
dengan pasukan elite Indonesia, mereka tak akan punya taktik ini.
Pertempuran yang Pernah Tercatat
Pertempuran yang Pernah Tercatat
·
Januari 1/7’n Gurkha menewaskan 23 orang
sukarelawan yang mendarat di Timur Sabah, sepucuk sten dan 2 AR-15 bernasil
dirampas.
·
Februari 1/2″ Gurkha Rifles dan 42 Commando
mencegat penyusupan 30 sukarelawan di wilayah Bau, yang lari kembali ke
perbatasan setelah kontak tembak singkat.
·
Maret 2 prajurit Gurkha dari 2/10’h Gurkha
Rifles, Cpl. Birbahadur Rai dan Lcpl. Kindraman Rai gugur saat mendekati posisi
pasukanYonif Linud 328 Raider. Operasi pengejaran dilakukan Mayor Mayman,
komandan Kompi A, 2/10th Gurkha Rifles dengan didukung bantuan baterai howitzer
dan dua ranpur Saladin milik Queen’s Royal Irish Hussars.
·
April — Operasi Sabretooth, 2/10’h GR mengejar
sepeleton pasukan Indonesia yang melintasi perbatasan pada akhir Maret, dari 36
infiltran, 27 berhasil ditangkap.
·
September — Penerjunan 151 PGT dan 41 sukarelawan
komunis ke wilayah Labis yang berujung bencana di pihak Indonesia. T-1307 yang
diterbangkan Mayor Djalaluddin Tantu jatuh dan hilang di Selat Malaka, dan satu
pesawat lainnya kembali karena kerusakan mesin. Dan dua pesawat yang berhasil
melaksanakan penerjunan, pesawat pertama tiba di DZ yang salah sehingga seluruh
peralatan malah ditemukan Polisi Malaysia. Kesuksesan infiltrasi PGT ini
mendorong diadakannya operasi pencarian skala besar yang dipercayakan pada
1/10th Gurkha dan 1st Batt. RNZ Regt. Dalam operasi selama satu bulan, hanya 7
PGT yang bisa ditawan, 44 lainnya ditewaskan dalam kontak tembak. 1/10th
kehilangan Lance Corporal Tekbahadur Rai yang gugur dalam kontak tembak
tangga113 September.
PERANG PUN MELETUS, GURKHA DI MANA-MANA
Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia sebenarnya telah dimulai
sejak peristiwa pemberontakan di Brunei pada Desember 1962. Peristiwa
pemberontakan di Brunei juga membuka fakta mengenai
keterlibatan Inggris dan anak angkatnya dari Nepal, Gurkha.
Menurut John S. Advirson, kesatuan Gurkha ditempatkan di sejumlah pos dalam
ukuran kompi. Legiun asing milik Inggris ini telah mendarat di Brunei sejak
1962, dan membangun markas besar mereka di sana.
Keterlibatan pasukan Gurkha ini juga diperkuat pernyataan Kifaru,
seorang pensiunan tentara Inggris-Gurkha dengan pangkat terakhir perwira.
Kepada Majalah Tempo, Kifaru berkisah:
Konon keadaan "sangat mengkhawatirkan" tatkala rombongan
pertama Divisi ke-17 ini tiba di Brunei. Para perusuh telah berhasil menguasai
sebuah lapangan terbang dan beberapa pos polisi. Mereka juga memblokade
beberapa daerah. "Tetapi peta situasi segera berubah dengan masuknya
pasukan Inggris," tulis Kifaru. Para Prajurit Gurkha yang beringas itu
langsung terjun ke tengah-tengah musuh. Mereka segera menguasai keadaan.
Pasukan Inggris kemudian berbalik mengambil alih inisiatif memburu para
pemberontak. Dan pada akhir 1962, Brunei dinyatakan dalam keadaan aman.[3]
Selain itu menurut Kifaru, ketika terjadi revolusi di Brunei pada
akhir tahun 1962, dilaporkan bahwa gerakan tersebut didorong oleh agen-agen
komunis dengan dukungan pemerintahan Soekarno. Tujuannya adalah menangkap
sultan, menduduki semua pos polisi dan menguasai ladang minyak di Negara
tersebut.
Kendati sempat menguasai pos-pos polisi, revolusi yang digerakkan
para pemberontak urung menemui keberhasilan. Gerakan-gerakan mereka sempat
tercium sebelumnya dan pasukan-pasukan keamanan pemerintah segera memberikan
perlawanan. Untuk mengamankan Brunei dari para perusuh, Sultan yang berhasil
lolos dari aksi penculikan segera meminta bantuan kepada Inggris, dan Inggris
segera menjawab dengan mengerahkan pasukannya untuk menghadapi para perusuh.
Pasukan Inggris yang diperbantukan, didatangkan dari Divisi Gurkha Ke-17 yang
sebelumnya bermarkas di Malaya.
Dari Brunei, api konfrontasi mulai memercik. Apinya menjalar
sampai ke wilayah yang sekarang disebut sebagai daerah Malaysia Timur. Daerah
perang yang tidak diumumkan ini meliputi wilayah Serawak dan Sabah. Kedua
wilayah tersebut merupakan garis batas antara wilayah Malaysia dengan wilayah
Kalimantan Indonesia yang terbentang sejauh 1.500 mil.
Dilihat secara geografis, medan konflik yang berlangsung memiliki
kondisi yang cukup variatif. Bahkan kondisi medan perang ini memiliki tipe
wilayah yang cukup ekstrim dan beberapa diantaranya tipe yang paling kejam di
dunia. Di beberapa tempat bahkan belum memiliki jalan raya dan jaringan rel
kereta api. Perjalanan hanya bisa dilakukan lewat sungai dan beberapa jalan
setapak. Daerah-daerah ini dihuni oleh orang Melayu, suku Dayak, dan para
pendatang keturunan Cina. Menurut Kifaru, para gerilyawan yang digerakkan untuk
konfrontasi dengan Malaysia, sebagian besar adalah orang Cina dan
Serawak.
Pertempuran di Serawak dimulai pada 12 April 1963. Hal ini adalah
buntut dari pernyataan Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio yang
mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia pada
20 Januari 1963. Pada tanggal itu, sukarelawan Indonesia (diduga
merupakan pasukan militer tidak resmi) mulai menyusup ke jantung Sarawak dan
Sabah untuk menyebarkan propaganda dan melaksanakan penyerangan dan aksi-aksi
sabotase.
Pada tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat raksasa yang digelar di
Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora)
yang isinya, Pertama;Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia, Kedua; Bantu
perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk
menghancurkan Malaysia. Agitasi ini terus berlanjut, dan pada 27 Juli, Sukarno
mengumumkan bahwa dia akan “mengganyang Malaysia". Tidak sampai sebulan
kemudian, tepatnya pada 16 Agustus, pasukan dari Resimen Askar Melayu DiRaja
telah menghadapi kontak senjata dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.
Pertikaian mendadak berubah menjadi lebih keras pada bulan
September 1963. Sementara itu sikap Angkatan Darat masih tampak
setengah-setengah menghadapi politik konfrontasi terhadap Malaysia. Para
pimpinan Angkatan Darat menerima politik konfrontasi terbatas sambil tetap
waspada mencari jalan yang memungkinkan penyelesaian melalui perundingan.[5]
Tetapi keputusan presiden dan para penasehatnya untuk lebih keras
menghadapi konfrontasi sepertinya membuat Angkatan Darat tidak bisa memegang
kendali untuk menghindari permusuhan. Tanda-tanda tersebut makin terlihat
ketika Presiden Soekarno menginstruksikan untuk meningkatkan tekanan terhadap
Malaysia dengan mendaratkan para penyusup bersenjata ke Semenanjung Malaya pada
17 Agustus yang kemudian berlanjut pada 2 September 1964.
Bulan Mei 1964, dibentuklah Komando Siaga yang bertugas untuk
mengkoordinir kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini
kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh
Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga
Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera yang
terdiri dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon
KKO.
Komando ini memilih sasaran operasi Semenanjung Malaya di bawah
pimpinan Brigjen Kemal Idris sebaga Pangkopur-I. Sementara Komando Tempur Dua
(Kopurda) berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Barat dan terdiri dari 13
Batalyon yang berasal dari unsur KKO, AURI, dan RPKAD. Komando ini dipimpin
Brigjen Soepardjo sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga adalah Komando Armada
Siaga yang terdiri dari unsur TNI-AL dan juga KKO. Komando ini dilengkapi
dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di perbatasan Riau dan Kalimantan Timur.
Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap
di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat.
Tentera Laut DiRaja Malaysia dipaksa untuk mengerahkan pasukannya
mempertahankan Malaysia. Namun sesungguhnya, hanya sedikit saja Tentara
Malaysia yang diturunkan dan harus banyak bergantung pada pos perbatasan dan
pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya
pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik
senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus
mereka yaitu Special Air Service (SAS). Tercatat sekitar 2000
pasukan khusus Indonesia (RPKAD) tewas dan 200 pasukan khusus Inggris-Australia
(SAS) juga tewas dalam pertempuran-pertempuran di belantara lebat Kalimantan.
Meski Indonesia mengalami kekalahan telak, namun Gurkha mengakui
bahwa tentara Indonesia sangatlah hebat -terutama kesatuan RPKAD. Kifaru
menyatakan kesaksiannya:
Para prajurit Indonesia itu jempolan, terutama kesatuan elite para
komando yang bernama RPKAD.
sumber :
merdeka.com
https://web.facebook.com/notes/mata-padi/tni-dan-perlawanan-gurkha-ketika-ganyang-malaysia/10150675732920553/?_rdr
merdeka.com
https://web.facebook.com/notes/mata-padi/tni-dan-perlawanan-gurkha-ketika-ganyang-malaysia/10150675732920553/?_rdr
0 Response to "Mengingat Pertempuran RPKAD dengan Gurkha, Tentara 'Terkejam' di Dunia"
Posting Komentar